Meramal Masa Depan APEC

Kondisi perekonomian global yang dinamis menuntut APEC memperkuat kerja sama ekonomi anggotanya.

Indonesia Inc

Presiden harus menjadi Chief of Business Development (CBD).

Warisan Utang

Utang memang sudah ada sejak negara ini berdiri. Utang ini terus menyertai sejarah perjalanan Indonesia.

15 August, 2008

Ketegangan dari Cawang Hingga Mampang

Kepadatan arus lalu lintas di tol dalam kota menjadi rutinitas harian petugas Patroli Jalan Raya (PJR) Polda Metro Jaya. Hal tersebut dialami oleh semua petugas PJR, dari petugas lapangan hingga kepala satuan (kasat). Tol dalam kota seolah menjadi lokasi kerja para petugas PJR.

Kasat PJR Polda Metro Jaya, AKBP Kanton Pinem, tidak memiliki firasat apapun ketika melakukan patroli di ruas tol Cawang-Grogol pada Selasa (5/8) pukul 08.00 WIB. Bersama satu orang anggotanya, Kanton menyusuri setiap sudut jalan tol sejak matahari mulai menampakkan sinarnya. Mereka tidak segan-segan menindak setiap pengendara mobil yang melanggar peraturan.

Buktinya, Kanton langsung mengejar sebuah mobil Nissan X-Trail yang kepergok melintasi bahu jalan tol. Bahu jalan merupakan wilayah yang haram dilalui pengguna jalan tol, kecuali dalam keadaan darurat. Kanton berhasil menghentikan mobil yang dimangsanya di ruas tol Cawang.

"Saya langsung tanyakan kelengkapan surat-surat kendaraan," kata Kanton ketika menghampiri pengemudi mobil yang tergolong nekad itu. Raut muka sang pengemudi itu tampak aneh di mata Kanton. Sang pengemudi pucat karena sedang membawa istrinya yang tengah hamil tua.

"Istri saya mau melahirkan, pak. Sekarang sedang menuju Rumah Sakit (RS)," kata Kanton menirukan pengemudi mobil yang ada di hadapannya itu. Di kursi belakang tampak seorang wanita bermandikan keringat dengan perut membuncit. Wanita bernama Marsya itu sedang memegangi perutnya sambil menahan rasa sakit.

Seolah lupa dengan pelanggaran yang dilakukan suami Marsya, Kanton langsung memutuskan untuk melakukan pengawalan terhadap pasangan suami istri itu. Pengawalan yang biasanya diperoleh oleh orang-orang penting tersebut dirasakan pula oleh Marsya dan suaminya. "Saya kawal ke RS terdekat," kata Kanton.

Dia pun bergegas menuju mobil patroli untuk mengawal Nissan X-Trail di belakangya. Raungan Sirene dan kilauan lampu cukup ampuh membuat kemacetan di ruas tol Cawang-Grogol sedikit terurai. "Saya keluar di pintu tol Mampang Prapatan," kata Kanton.

Kemacetan semakin parah ketika 'rombongan' yang membawa ibu hamil itu keluar pintu tol. Jl Gatot Subroto sedang dalam puncak kemacetan karena berada pada jam kerja ketika warga Jakarta hendak pergi ke tempat kerja. "RS terdekat adalah RS Medistra," kata Kanton. 'Rombongan' pun berputar arah menuju RS tersebut.

Mobil patroli yang mengawal Marsya memang cukup bertuah. "Dari Cawang hingga RS Medistra hanya 20 menit," kata Kanton. Petugas keamanan RS Medistra langsung berhamburan keluar ketika melihat ada mobil PJR menghampiri halaman parkir. Bukan korban kecelakaan yang keluar, melainkan seorang ibu hamil yang hendak melahirkan.

"Sebenarnya, hal itu bukan merupakan hal istimewa," kata Kanton. Dia juga sempat menolak jika pengalamannya mengawal ibu hamil itu dipublikasikan. Kanton menambahkan, pengawalan tersebut sudah merupakan tugas polisi dalam membantu masyarakat, bukan bentuk keistimewaan. Pengawalan dalam keadaan darurar memang sering dilakukan.

Marsya langsung dilarikan ke ruang persalinan di lantai tiga. Dia langsung mendapat pertolongan dokter. Dia berhasil melahirkan dengan normal pada pukul 09.00 WIB. Beberapa anggota keluarga Marsya langsung menjenguk untuk melihat kondisi si jabang bayi. "Bayinya sehat," kata seorang perawat yang enggan menyebut nama.

Namun, identitas dan keterangan dari sang suami tidak berhasil diperoleh. Pasalnya, pihak RS Medistra sangat ketat kepada pengunjung yang hendak menjenguk. "Yang boleh menjenguk hanya kerabat dan keluarga," kata Selvie, seorang petugas informasi. Dia menyarankan Republika untuk menghubungi petugas keamanan.

Indra Jaya, petugas keamanan di RS Medistra, membenarkan bahwa ada pasien ibu hamil yang dikawal menggunakan mobil patroli polisi. "Pasien langsung dibawa ke ruang persalinan," kata Indra. Dia dirawat di lantai tiga dan sedang ditemani oleh keluarganya. Indra mengatakan, setiap pengunjung harus mendapat persetujuan keluarga pasien jika hendak masuk ruang perawatan.

"Saya minta kartu nama anda saja, nanti saya sampaikan kepada keluarga pasien," ujar Indra. Dia pun bergegas menuju lift ke lantai tiga menuju ruang perawatan Marsya. Tidak lama kemudian, Indra datang kembali dan mengatakan bahwa keluarga pasien akan menghubungi jika bersedia diwawancarai. Namun, hingga pukul 18.00 WIB tidak ada satu pun keluarga pasien yang bersedia diwawancarai. n c54

02 August, 2008

Sejumput Harapan Menjadi Taruna Akpol

Gedung Biro Personel Polda Metro Jaya tampak ramai dalam beberapa hari terakhir ini. Meja dan kursi terlihat berjajar rapi di halaman gedung. Dua papan informasi berisi tempelan poster dan kertas pengumuman berdiri kokoh di samping deretan kursi. Polisi berpakaian dinas tampak berlalu lalang, sebagian lain duduk tegap di belakang meja.
Ketika hari menjelang siang, puluhan pemuda mulai berdatangan ke tempat itu. Sebagian besar dari mereka menggunakan kemeja putih dan celana hitam. Pemuda-pemuda itu menyemut di depan papan informasi. Beberapa di antaranya terlihat sedang berbincang-bincang dengan polisi.
Tidak lama kemudian mereka mengisi deretan kursi yang telah disediakan. Badannya membungkuk dan tangannya tampak asyik mengisi formulir yang diberikan polisi. Lembaran-lembaran berisi ijazah dan sertifikat mulai dikeluarkan dari dalam tas. Anak-anak muda itu sedang mengikuti pendaftaran taruna Akademi Kepolisian (Akpol) tahun ajaran 2008.
Salah satu dari puluhan pendafatar itu adalah Bayu Septian. Pemuda lulusan Fakultas Hukum Universitas Pancasila ini sudah mantap menjadi taruna. “Sejak kecil saya sudah bercita-cita menjadi polisi,” ujarnya ketika disapa Republika, Kamis (29/5). Dia pun menjalani proses pendaftaran dengan saksama. Semua persyaratan telah dipenuhi oleh pemuda berusia 23 tahun ini
Bayu tidak memiliki saudara atau kerabat yang berprofesi sebagai polisi. Dia mempunyai alasan tersendiri ketika memutuskan untuk mendaftar menjadi taruna Akpol. “Saya ingin menegakkan keadilan,” katanya mantap. Hal itu, lanjutnya, bisa dilakukan dengan menjadi anggota polisi dan menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Bayu menyadari saat ini polisi sedang menjadi sorotan masyarakat. Penyerbuan polisi terhadap Universitas Nasional (Unas) telah menyeret beberapa personel polisi sebagai tersangka. Namun, hal itu tidak menyurutkan niat Bayu menjadi taruna Akpol. “Justru, saya jadi ingin memperbaiki citra polisi,” katanya.
Lain halnya dengan Jainal Abidin. Pemuda jebolan Universitas Teknologi Surabaya ini hanya mencoba peruntungan. “Ikut mencoba saja, mudah-mudahan lulus,” katanya. Meski tidak pernah bercita-cita menjadi polisi, namun Jainal tetap berminat menjalani profesi sebagai pebegak hukum ini.
Dia mengetahui adanya penerimaan taruna Akpol di Polda Metro Jaya melalui teman kuliahnya dulu. Sayangnya, ada persyaratan yang belum dimiliki Jainal. “Saya tidak punya lembar akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional,” katanya. Kondisi itu membuat Jainal harus kembali keesokan harinya.
Sedangkan, Bayu bersama puluhan pendaftar lainnya menuju meja pemeriksaan administrasi. Ada enam meja pemeriksaan yang harus dilalui Bayu dan rekan-rekannya. Di meja pertama, polisi mengukur tinggi dan berat badan pendaftar. Tinggi badan pendaftar pria minimal 163 sentimeter, sedang wanita 160 sentimeter.
“Lima meja berikutnya merupakan pemeriksaan persyaratan administratif,” kata Iptu Sri Utami, perwira polisi yang sedang bertugas. Pendaftaran taruna Akpol ini berlangsung sejak 19 Mei hingga 23 Juni 2008. Hingga Kamis, (29/5), jumlah pendaftar yang memenuhi syarat sudah berjumlah 30 orang.
Pendaftar yang memenuhi syarat berhak mengikuti ujian tertulis. Sri menambahkan, pendaftar taruna Akpol tahun ini memang sedikit berkurang dibanding tahun sebelumnya. “Jumlah pastinya saya tidak tahu, tapi kelihatannya berkurang,” kata Sri. Pasalnya, mulai tahun ini Polri hanya menerima pendaftar berijazah sarjana untuk menjadi taruna Akpol.
Meski demikian, lanjut Sri, antusias masyarakat terhadap penerimaan taruna Akpol ini cukup besar. Sudah ada ratusan orang yang datang untuk bertanya atau mencari informasi. “Ada pendaftar lulusan S2 dan lulusan luar negeri,” kata Sri. Beberapa di antaranya harus ditolak karena disiplin ilmunya berbeda dengan yang dipersyaratkan.
Sri menambahkan, penerimaan taruna Akpol ini sama sekali tidak dipungut biaya. Dari itu terlihat dari sebuah spanduk di salah satu bagian gedung Biro Personel. Spanduk itu berisi tulisan ‘Tidak Dipungut Biaya’ dalam ukuran besar dan warna mencolok. “Semua biaya pendaftaran dan pendidikan ditanggung oleh negara,” kata Sri.
Hal yang sama disampaikan oleh Kepala Biro Personel Polda Metro Jaya, Kombes Taufik Nurhidayat. Menurut dia, pihaknya akan menyelenggarakan pendaftaran taruna Akpol secara transparan dan akuntabel. “Jangan pernah memberikan uang kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” pesan Taufik kepada calon taruna dan orangtuanya.
Kelulusan dalam seleksi taruna Akpol ini, lanjutnya, ditentukan oleh kemampuan calon taruna itu sendiri. “Pemeriksaan ujian dilakukan seara komputerisasi,” kata Taufik. Selain itu, Polda juga diawasi oleh pengawas independen. Calon taruna dari Polda Metro Jaya hanya diambil 24 orang. Jumlah calon taruna dari seluruh Polda se-Indonesia berjumlah 300 orang. n c54