Meramal Masa Depan APEC

Kondisi perekonomian global yang dinamis menuntut APEC memperkuat kerja sama ekonomi anggotanya.

Indonesia Inc

Presiden harus menjadi Chief of Business Development (CBD).

Warisan Utang

Utang memang sudah ada sejak negara ini berdiri. Utang ini terus menyertai sejarah perjalanan Indonesia.

23 January, 2015

Modern Agriculture to Prevent Unnecessary Urbanization



This article was first published on Global Indonesian Voices, 6 November 2014. The original version of this article can be reached by clicking this link.


Urbanization, a world phenomenon

The misconception that life is always better in the city still prevails in Indonesia. Big cities, like Jakarta, seem to offer plenty economic opportunities and because of this, people are misled into thinking that every city dweller must have much better living standards than villagers. Strong desire to move up the economic ladder has sent villagers flocking to the urban jungle. However once they arrive in Jakarta, they are confronted with the harsh reality: life is expensive while money are not easy to find and jobs are scarce.

Urbanization is a complex world-wide phenomenon which is particularly rampant in the Third World countries. Addressing this challenge requires formulation of a comprehensive policy involving all sectors. Urbanization is not only the result of unbalanced development, but also a portrait of social insecurity. Furthermore, if left uncontrolled, it may lead to food scarcity because as more and more people leave their farming jobs, the production capacity will be affected as well.

At mid-century, only 17.8 percent of the Third World countries’ population lived in the cities. By 2000, the number has increased to over 40 percent. By 2030, almost 60 percent will live in the cities. The world will become predominately urban in less than two decades.

Urbanization in Third World countries is generally driven by overpopulation in the village which is not accompanied by opening of new agricultural land. Farmers do not have enough land to produce agricultural crops. There is no proper modernization of agriculture in the villages. Farmers still practice traditional method which can only yield low agricultural production.

Modern agriculture is the solution

Villagers will never think of leaving their homeland if agriculture gives them hopes. The government needs to respond with agricultural modernization. Farmers should be the main actors of agriculture. They should be invited to take part in agricultural modernization, a large scale application of modern technology to agriculture so they can switch from their current traditional method.

Agricultural modernization leads to the enhancement of crop production. The increase of agricultural production means there will be increase of the farmer’s income as well. This will make farmers feel more confident in facing their future. The government can make this happen with, for example, utilization of energized well-irrigation and fertilizer distribution.

Agricultural modernization can also be done by introduction of high yielding varieties of seeds for several major crops. The government needs to facilitate farmers so they are able to leave the traditional farming method and move to mechanization. Farmers also need a fair information about commodities market price. They have right to receive climate information to support their farming activities.

A solid and robust agriculture will instill new paradigm among the farmers. They will never think about moving to the city anymore. Farmers will instead continue to pursue wealth and happiness in their own land. In the long term, food security will be established and Indonesia will be less dependent on other countries.

28 October, 2013

Indonesia Inc

Perekonomian dalam negeri sangat tergantung pada investasi asing. Fakta ini disadari betul oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dia harus pandai-pandai 'menjual' Indonesia agar memiliki daya tarik bagi para pemodal sehingga mereka mau berinvestasi di Indonesia.

Kesempatan 'berjualan' datang pada pertemuan dengan para bos perusahaan internasional dalam APEC Chief Executice Officer (CEO) Summit di Nusa Dua, Bali, Ahad (6/10). Di hadapan mereka, Presiden menjadi kepala penjualan atau chief sales officer (CSO) bagi perusahaan bernama Indonesia.

"Sebagai kepala penjualan Indonesia Inc (Incorporation), sebagai sebuah perusahaan berupa negara, saya mengundang Anda semua untuk meningkatkan peluang bisnis dan investasi di Indonesia," kata Presiden.

Presiden mengetahui bagaimana modal asing bisa menggerakkan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. Strategi untuk memasarkan Indonesia pun selalu menyertai Presiden dalam setiap pertemuan bilateral atau multilateral. Berbagai nota kesepahaman (MoU) dan kesepakatan (agreement) lahir dari pertemuan-pertemuan itu.

Sebagai tuan rumah pertemuan APEC 2013, Indonesia menjadikan investasi asing sebagai salah satu target utamanya. Tak hanya Presiden, para menteri pun menjadi tenaga penjualan yang memasarkan Indonesia Inc. Mereka berlomba untuk menarik investasi dari negara atau perusahaan asing.

Strategi 'menjual' Indonesia akan ada di setiap pemerintahan negeri ini. Siapa pun presidennya, dia harus mampu mendatangkan aliran modal ke Indonesia. Mengapa demikian? Sistem perekonomian di dalam negeri memang sangat menyandarkan kelangsungannya pada investasi asing.

Pertumbuhan ekonomi dalam negeri ditopang oleh dua hal utama, yakni konsumsi dan investasi. Pertumbuhan investasi yang menurun menyebabkan ekonomi melambat. Ini terjadi menjadikan Indonesia sangat rentan oleh pengaruh negatif ekonomi global.

Ketika ekonomi global menyebabkan kemampuan investasi negara atau perusahaan asing melemah, Indonesia ikut menderita. Pertumbuhan ekonomi dalam negeri bisa terjun bebas akibat investasi asing yang loyo. Pertumbuhan ekonomi dalam APBNP 2013 dikoreksi lebih rendah dari APBN 2013 yang sebesar 6,8 persen akibat melemahnya ekonomi global.

Menggantungkan nasib perekonomian dalam negeri kepada dunia luar memang menjadi perkara pelik. Tapi sudahlah. Sistem yang terbentuk selama ini memang telah menciptakan kondisi itu. Namun, bukan berarti upaya untuk meningkatkan kemandirian menjadi kendor.

Presiden sebaiknya tidak hanya menjadi CSO bagi Indonesia Inc. Dia juga harus menjadi Chief of Business Development (CBD). Jika sudah menganggap Indonesia sebagai sebuah perusahaan besar, Presiden harus bisa menjadi Kepala Pengembangan Bisnis. Dia harus bisa mengembangkan perusahaan melalui sumber-sumber bisnis lain, tak hanya mengandalkan investasi.

Seorang CBD harus bisa membidik pasar baru bagi produk-produk yang dihasilkan oleh Indonesia Inc. CBD yang andal tak hanya berpikir untuk menarik investasi dari perusahaan lain, tetapi mencari perusahaan lain untuk dijadikan tempat berinvestasi. Di tangan seorang CBD yang baik, Indonesia akan mampu memiliki sumber-sumber bisnis baru.

Indonesia Inc juga butuh chief innovation officer (CIO) karena banyak potensi di dalam perusahaan besar ini yang belum tergali. Inovasi merupakan salah satu kunci untuk membuka berbagai potensi itu. Seorang CIO harus mampu mengurangi ketergantungan perusahaannya terhadap perusahaan lain.

Akibat tak mampu menggali potensi di dalam negeri, Indonesia terpaksa mengimpor bahan pangan dalam jumlah banyak. kebutuhan bawang merah dan kedelai harus dipenuhi oleh negara lain. Dengan sentuhan inovasi, seorang CIO dibutuhkan agar Indonesia Inc memanfaatkan berbagai sumber daya di internal perusahaannya agar mandiri.

Upaya untuk meningkatkan kemandirian pada akhirnya bertujuan agar Indonesia tidak terlalu menghamba pada investor asing. Ketergantungan yang besar terhadap investor asing bisa membuat Indonesia Inc 'diperintah' dan 'disetir' oleh kepentingan para investor itu.

(photo courtesy: http://blog.frontierstrategygroup.com)

26 July, 2013

Hormon Daging Berbahaya, Benarkah?

Berawal dari seorang bernama John Verral. Dia adalah seorang anggota Komite Penasihat Pemerintah Inggris pada bidang farmasi dan kimia. Pengalamannya sebagai pengawas industri peternakan sapi tak perlu diragukan. Pakar kimia daging, begitu dia dikenal oleh sejumlah koleganya.

Verral sebelumnya bukan siapa-siapa. Dia seorang ahli yang fokus menjalankan tugas. Namun, semuanya berubah pada 3 Juli 2006. Ketika itu, Verral menjadi sumber berita yang ditulis di Daily Mail. Kemunculan perdananya di media justru membuat guncang seluruh daratan Inggris. Kepada Daily Mail, Verral mengungkapkan kegusarannya selama puluhan tahun.

Dia mengungkap bahayanya sapi impor asal Amerika Serikat (AS) yang masuk ke Inggris. Verral menyebut adanya penyuntikan hormon berbahaya ke tubuh sapi sebelum dipotong. Hormon ini menghambat proses reproduksi dan memacu pertumbuhan otot. Hasilnya memang luar biasa. Sapi-sapi menjadi supergemuk. Namun, dampak negatifnya tak kalah luar biasa.

Menurut Verral, sapi yang sebelumnya mendapat suntikan hormon akan berbahaya apabila dagingnya dimakan manusia. Dalam jangka panjang, manusia bisa terkena kanker payudara, kanker prostat, pubertas dini, dan gangguan fungsi reproduksi. Memang sulit dipercaya, tapi hal itu keluar dari mulut seorang pakar.

Verral tak hanya berkoar. Dia memberi bukti. Menurut dia, telah terjadi kenaikan angka penderita kanker payudara dan kanker prostat di AS, di mana dua pertiga sapi di negara itu mendapat suntikan hormon. Uni Eropa telah melarang penggunaan hormon ini. Akibatnya, daging sapi asal AS tidak bisa masuk ke Benua Biru.

Pernyataan Verral membuat pusing Inggris dan AS. Ini karena pernyataan Verral keluar saat perdana menteri Inggris ketika itu, Tony Blair, hendak mencabut larangan impor sapi dari AS. Pencabutan larangan impor pun ditunda.

“Verral” versi Indonesia muncul ke publik pada Agustus 2010. Dia bernama Kisman Achmad Rasyid, seorang peneliti di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM). Ketika menjalani ujian promosi gelar doktor, Rasyid mengungkapkan hasil penelitiannya soal residu hormon trenbolon asetat dalam daging sapi impor.

Rasyid meneliti sapi yang digemukkan selama dua hingga lima bulan di tempat penggemukan sapi di Bogor. Sapi ini merupakan sapi impor yang masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok. Rasyid mengambil 60 sampel daging dan hati. “Hati dan dagingnya kita temukan adanya residu. Hampir rata-rata seratus persen,” kata Rasyid ketika itu, seperti dikutip situs resmi UGM.

Meski jumlah residu masih di bawah ambang batas aturan internasional Standar Codex, yakni 2 ppb untuk daging sapi dan 10 ppb untuk hati sapi. Namun, bila dikonsumsi secara terus menerus, kata Rasyid, bisa menimbulkan kanker rahim dan payudara pada perempuan serta menimbulkan kanker prostat pada laki-laki.

Di Indonesia, peredaran dan pengunaan trenbolon asetat tidak diizinkan karena tergolong obat keras. Sudah dilarang pengunaannya, tetapi masih ada karena tidak adanya pengawasan yang ketat. Rasyid mengimbau pemerintah menetapkan syarat bagi sapi impor dari Australia tidak boleh mengandung hormon.

Inggris menuding AS. Indonesia mencurigai Australia. AS dan Australia tidak begitu saja menerima tudingan dan kecurigaan itu. Food and Drug Administration (FDA) di AS meggunakan hormon tak berbahaya dalam batas tertentu. Pun halnya dengan Australia. Negeri Kanguru ini mengklaim tak menyuntikkan hormon berbahaya melainkan hanya hormone growth promotants (HGP) yang bersifat alami.

Lantas bagaimana dan kapan hormon berbahaya masuk ke tubuh sapi? Jawabannya sulit kalau tidak ada pengawasan ketat. Mata rantai peternakan sapi sangat panjang. Ini merupakan pekerjaan besar Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Perdagangan.

Soal debat tentang bahaya hormon bagi manusia, biarlah pakar dari masing-masing negara beradu ilmu. Mereka harus terbuka kepada publik. Kalau memang suntikan hormon itu berbahaya, bagaimana cara menanggulanginya? Kalau ternyata tak berbahaya, berapa batasan maksimumnya? Jangan sampai masyarakat takut dan berhenti mengonsumsi daging. Jangan sampai peternak sapi di dalam negeri terimbas oleh kabar buruk ini.


photo courtesy: www.drweilblog.com

05 July, 2013

Negeri Para Bandit

Entah apa penyebabnya. Perjalanan bangsa ini tak pernah jauh dari urusan kekerasan. Ini terjadi sejak zaman kerajaan, penjajahan, hingga kemerdekaan. Para penjahat memang tak mengenal zaman. Seolah timbul dan tenggelam sepanjang waktu.

Memang tak adil kalau menyebut bangsa ini sebagai bangsa yang penuh dengan kekerasan. Alasannya, segala bentuk kejahatan terjadi juga di seluruh penjuru bumi. Bahkan, praktik menghilangkan nyawa merupakan kejahatan paling tua dalam sejarah manusia.

Namun, bangsa ini punya catatan sendiri soal sepak terjang para bandit. Mereka malah sudah beraksi sejak negara ini belum berdiri. Semuanya memiliki 'benang merah' serupa, yakni ketidakberdayaan penguasa pada masanya untuk meredam aksi para bandit.

Siapa tak kenal Ken Arok? Sosok yang dalam Kitab Pararaton ini merupakan pendiri Kerajaan Tumapel yang kelak terkenal menjadi Kerajaan Singasari. Sebelum menjadi raja, Ken Arok pernah menjalani hidup sebagai berandalan pada masanya.

Barangkali hampir semua jenis kejahatan pernah dilakoni Ken Arok, dari mencuri, berjudi, hingga membunuh. Ken Arok tak tersentuh hukum yang berlaku saat itu alias untouchable. Bahkan setelah menikah, dia 'berkolaborasi' dengan istrinya melakukan kejahatan.

Kerajaan Majapahit juga tak berdaya menghadapi para perampok dan penjahat. Mereka leluasa menjalankan aksinya di tengah-tengah masyarakat. Para bandit pada masa Majapahit ini ibarat penyakit akut yang sulit sembuh.

Penyamun tak hanya berjaya di darat, tapi juga di laut. Perairan nusantara kala itu penuh dengan perompak. Mereka menguasai jalur-jalur perdagangan hasil bumi. Lagi-lagi, 'polisi perairan' dari kerajaan tak berdaya menghadapi aksi mereka.

Pemerintah Hindia-Belanda juga dibuat repot dengan para bandit nusantara. Preman terus beraksi di sejumlah kota besar. Marsose dan veldpolite (polisi kota) kewalahan mengimbangi perampok yang tak hanya berasal dari etnis pribumi itu.

Para wedana hingga kepala wijkmeester (kepala kampung) boleh saja memegang posisi tertinggi di sebuah wilayah, tetapi para banditlah yang memiliki kuasa. Mereka juga menarik pajak tandingan kepada rakyat kecil.

Pada awal masa kemerdekaan, kriminalitas bukan hal asing. Di sinilah para jawara atau centeng leluasa menjalankan aksinya. Ketika itu, Indonesia memang sudah memiliki hukum dan pemerintahan, tapi para bandit ini sulit dikendalikan.

Presiden Soeharto pada masanya juga kerap dibuat repot oleh penjahat. Ketika itulah mulai muncul istilah preman. Mereka sama saja dengan bandit pada zaman majapahit yang berbuat onar dan kriminal. Soeharto pun menyikat habis para preman ini.

Siapa saja yang bertato dan berambut gondrong, aparat keamanan era Soeharto pasti menghabisinya. Apalagi para penjahat kambuhan, nyawa mereka kemungkinan besar hilang di tangan penembak misterius (petrus). Akan tetapi, tetap saja, preman tetap langgeng.

Zaman sekarang makin parah. Preman bukannya hilang, mereka malah berani menghabisi tentara. Preman tidak lagi melihat sasarannya siapa, gebuk sana-gebuk sini. Tentara pun naik pitam. Preman pembunuh tentara itu akhirnya diberondong peluru.

Perjalanan Indonesia untuk menghilangkan preman masih panjang. Mungkin perjalanan itu tak akan ada habisnya. Perkiraan ini wajar karena polisi yang seharusnya memberantas preman malah saling tembak dengan sesamanya.

Pada Sabtu (6/4), Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Makassar, Sulawesi Selatan, Kombes Purwadi ditembak seorang polisi berpangkat brigadir. Apa pun alasannya, penembakan ini menggelikan. Polisi bukannya menembak penjahat, malah menembak rekan seprofesi.

12 March, 2013

SBY dan Tepuk Tangan Mega

Selalu ada hal menarik di balik pertemuan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri. Presiden dan mantan presiden ini kerap berkomunikasi dengan cara khas. Keduanya kini jarang berkomunikasi secara lisan di hadapan publik, namun bahasa tubuh mereka justru bercerita banyak.

Pertemuan SBY dengan Megawati tergolong langka. SBY dan Megawati berada dalam satu acara yang sama pada Ahad (10/3). Keduanya menghadiri penganugerahan gelar doktor honoris causa dari Universitas Trisaksi bagi suami Mega yang juga Ketua MPR Taufiq Kiemas di Gedung Parlemen Senayan.

Barisan depan tempat duduk di acara itu adalah miliki para tamu penting, seperti SBY dan Wakil Presiden Boediono. Tak jauh dari kursi SBY, ada mantan wakil Presiden Jusuf Kalla, Ketua MK Mahfud MD, Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Sekjen PDIP Tjahjo kumolo, istri almarhum Gus Dur, Sinta Nuriyah, dan putri Megawati, Puan Maharani.

Seperti lazimnya sebuah pidato, Taufiq menyampaikan terima kasih atas kedatangan para tamu. Taufiq mengawali pidatonya dengan mengucapkan selamat datang untuk sang istri, Megawati. Mendengar hal itu, hadirin pun sontak bertepuk tangan, tak terkecuali SBY.

Nama kedua yang disebut Taufiq adalah SBY. Taufiq menyampaikan terima kasih atas kedatangan SBY pada penganugerahan gelar doktor bagi dirinya. Hadirin pun kembali bertepuk tangan. Namun, Megawati memilih untuk diam dan tak bertepuk tangan seperti puluhan orang lain yang ada di ruangan itu.

Tepuk tangan memang hal sederhana, tapi bisa mengandung banyak makna. Peristiwa serupa terjadi pada 7 November 2012 lalu. Ketika itu, Megawati berada di Istana Negara untuk menghadiri pemberian gelar pahlawan nasional kepada Proklamator Sukarno dan M Hatta. Megawati hadir bersama beberapa anak Sukarno lainnya, seperti Guntur, Guruh, dan Rachmawati.

Setelah SBY membacakan keputusan presiden berisi penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk Sukarno dan Hatta, Presiden menyerahkan gelar itu secara resmi kepada Guntur dan Meutia Hatta yang mewakili keluarga. Setelah itu, Presiden memberikan pidato terkait pemberian gelar.

Semua pejabat negara yang hadir tampak memerhatikan pidato SBY. Tepuk tangan pun membahana ketika SBY menyelesaikan pidatonya. Namun, tangan Megawati tetap diam memegang tas dan kipas, tanpa bertepuk tangan. Sikap Megawati ini tampak mencolok karena Ketua DPR dan Wakil Presiden Boediono di samping Megawati tampak bertepuk tangan.

SBY dan Megawati pernah bertemu dalam acara santap malam kenegaraan menyambut Presiden Amerika Serikat Barack Obama pada November 2010 silam. SBY dan Megawati duduk satu meja bersama Obama dan pejabat negara lain. Posisi duduk Megawati dan SBY hanya dipisahkan oleh Michele Obama.

Setelah Megawati kalah dalam Pilpres 2004, komunikasi dengan SBY di hadapan publik kiang jarang. Megawati tak tak memberi selamat kepada SBY yang sebelumnya menjadi menteri ketika Megawati menjadi Presiden. Megawati bahkan tak pernah menghadiri undangan upacara hari kemerdekaan di Istana Merdeka.

31 January, 2013

Kegundahan Sumitro

Sumitro Djojohadikusumo (kiri) bersama Widjojo Nitisastro dan Radius Prawiro sesaat sesudah dilantik menjadi menteri Kabinet Pembangunan II di Istana Negara, Jakarta. TEMPO/Syahrir Wahab
Lima tahun sudah Indonesia merdeka dari penjajah. Itu tak membuat Sumitro Djojohadikusumo semringah. Mahaguru ekonomi ini gundah melihat kondisi negara yang masih berdarah-darah mempertahankan perekonomian.

Hampir tak ada kemajuan ekonomi selepas Sukarno dan Mohammad Hatta membaca teks proklamasi. Penjajahan Jepang selama tiga tahun menyisakan luka tak terperi. Dai Nippon menutup pintu investasi ke Indonesia. Ekonomi dalam negeri lumpuh.

Penghancuran ekonomi Indonesia oleh Jepang membuat penanaman modal asing (PMA) hilang. PMA yang masih tersisa hanyalah sisa-sisa warisan kolonial Belanda. Itu pun terbatas di bidang perkebunan, pertanian, dan pertambangan.

Sumitro tak sabar ingin membalikkan keadaan. Kesempatan itu datang pada 1950. Ketika itu, kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS) baru saja bubar. Terbentuklah Kabinet Natsir. Sumitro merupakan salah satu dari 18 anggota kabinet pimpinan Perdana Menteri Mohammad Natsir itu.

Dia mendapat amanah sebagai menteri perindustrian dan perdagangan. Sumitro intens membahas rencana perbaikan kondisi perekonomian dalam rapat-rapat kabinet. Kegundahaannya sejak awal masa kemerdekaan dibahas bersama para menteri lain.

Sumitro memberi usulan kongkrit. Dia menawarkan paket kebijakan bernama Rencana Urgensi Perekonomian (RUP). Inilah salah satu kebijakan awal Pemerintah Indonesia dalam mendorong pembangunan industri. Melalui RUP, industri dijadikan sebagai motor penggerak perekonomian.

RUP juga menjadi salah pedoman pertama dalam PMA. Meski begitu, RUP juga mendorong berkembangnya industri kecil dan menengah. Sasaran dari industrialisasi ketika itu adalah mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri.

Kabinet Natsir hanya berusia tujuh bulan, namun gagasan Sumitro soal industrialisasi berlanjut pada kabinet berikutnya. Kabinet Wilopo mulai memberi gambaran jelas soal industrialisasi dan investasi di Indonesia.

Kabinet Wilopo membuka sebesar-besarnya usaha swasta untuk mengolah sumber daya alam menjadi barang industri. Ketika itu, Bank Industri Negara membantu menyediakan modal yang diperlukan swasta.

Hal tersebut menjadi arah pembangunan industri tahun-tahun berikutnya. Pemerintah terus memberi kemudahan kepada industri swasta. Kebijakan ini juga menjadi karpet merah untuk asing membuka usaha di Indonesia.

Berbagai kemudahan bagi industri terus berlanjut beberapa dekade berikutnya. Kemudahan itu dikemas dalam skema berbeda-beda. Pemerintah kembali meningkatkan kemudahan bagi industri setelah Indonesia lepas dari krisis ekonomi 1998.

Di masa kini, kemudahan bagi industri tak bertujuan menarik investasi, tapi sudah jadi fenomena global. Semua negara berlomba untuk menarik modal. Dengan modal inilah ekonomi bisa bergerak dan lapangan pekerjaan terbuka.

Pemerintah memberi kemudahan pajak (//tax allowance// dan //tax holiday//). Bagi industri tertentu yang memenuhi syarat. Tak hanya itu, perusahaan tertentu juga mendapat subsidi, khususnya subsidi energi.

Energi jadi kebutuhan utama sebuah negara, bukan korporasi. Hingga kini masih banyak perusahaan yang menikmati subsidi listrik dalam menjalankan usahanya. Padahal, di saat yang sama, rakyat juga membutuhkan subsidi listrik.

Rakyat sudah 'terpaksa' berkorban membayar tarif listrik lebih mahal karena subsidi listrik terus berkurang. Tapi, masih ada perusahaan yang menikmati subdisi listrik. Kondisi ini sangat memberatkan.

Tahun ini, tarif listrik naik bertahap sebesar 15 persen. Bahkan, pemerintah telah melakukan penyesuaian tarif tenaga listrik rata-rata sebesar 10 persen sejak awal Juli 2010. Sementara, masih ada 55 perusahaan yang menikmati subsidi listrik.

Pemberian subsidi listrik bagi perusahaan besar tentu bukan lagi bentuk kemudahan usaha karena subsidi listrik juga dibutuhkan rakyat. Ini berbeda dengan semangat industrialisasi Sumitro beberapa dekade silam.

Konsep pemberian fasilitas dan kemudahaan bagi industri tentu tak bisa mengorbankan kebutuhan dasar rakyat. Di masa yang kian kompetitif ini, perusahaan dituntut memaksimalkan semua sumber daya yang ada untuk menggerakkan roda bisnis.

02 November, 2012

Warisan Utang

Belanda tak begitu saja menerima Proklamasi kemedekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks berisi pernyataan kemerdekaan ini tak mengubah status Indonesia di mata Belanda. Indonesia tetaplah sebagai gugusan kepulauan di khatulistiwa yang jadi bagian Belanda sejak ratusan tahun.

Negara kecil di Eropa ini merasa wilayah Indonesia masih sebagai daerah jajahannya yang bernama Hindia Timur atau Hindia Belanda. Tak lama setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, Belanda memilih opsi agresi militer. Mereka merekrut pemuda-pemuda dari penjuru Belanda, lalu mengirimnya sebagai tentara ke Indonesia untuk merebut kembali Hindia Belanda.

Jalan kekerasan yang dipilih Belanda ini ternyata mendapat perlawanan sengit dari pejuang kemerdekaan Indonesia. Di saat yang sama, Belanda juga mendapat kecaman dari dunia internasional. Belanda perlahan sadar bahwa agresi militer bukan pilihan tepat. Jalur diplomasi mulai jadi pilihan berikutnya.

Indonesia dan Belanda menggelar sejumlah pertemuan sebagai langkah diplomasi, di antaranya Perundingan Linggajati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem-Roijen, dan Konferensi Meja Bundar (KMB). Pertemuan yang disebut terakhir merupakan puncak dari strategi diplomasi Indonesia dan Belanda.

KMB berlangsung di Den Haag, Belanda pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. Wakil Presiden M Hatta memimpin delegasi Indonesia. KMB memiliki banyak makna politik. Selama ini, KMB dipahami sebagai awal pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Ini adalah syarat dari Belanda sebelum memberi pengakuan kedaulatan.

Ada aspek penting yang kerap terlupakan dalam hasil KMB. Kesepakatan ini ternyata tak hanya berisi aspek politik, melainkan juga ada aspek ekonomi. Dalam satu satu hasil KMB menyebutkan, RIS harus mengambil alih utang Hindia Belanda! Ini berarti, semua utang Hindia Belanda ketika itu harus dibayar oleh RIS. Jumlahnya lebih dari 1 miliar dolar AS.

Bagai petir di siang bolong. Indonesia yang sedang berupaya mempertahankan kemerdekaan dan menata kehidupan politik di dalam negeri tiba-tiba mendapat beban utang. Bagaimana mungkin, negara yang baru saja berdiri dan belum berpikir untuk menerima pinjaman dari luar negeri, tiba-tiba punya beban utang dalam anggaran negaranya.

Ini adalah awal dari sejarah utang luar negeri Indonesia. Utang memang sudah ada sejak negara ini berdiri. Utang ini terus menyertai sejarah perjalanan Indonesia. Celakanya, Indonesia tak hanya punya utang lama yang merupakan warisan Hindia Belanda, tapi juga menimbun utang-utang baru di setiap rezim.

Orde Lama tak luput dari utang. Justru, utang ini jadi alat baru bagi negara-negara Barat untuk menjajah Indonesia. Masuknya kesepakatan pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh RIS dalam KMB juga tak terlepas dari pengaruh negara Barat, khususnya AS. Wajar, perusahaan minyak asal AS ada yang sudah bercokol di Indonesia sejak 1920-an silam.

Soekarno menolak membayar utang warisan kolonial dan waspada terhadap utang-utang baru. 'Go to hell with your aids,' begitu ucapan Soekarno kepada AS.  Namun, Orde Lama tetap punya catatan utang. Di luar utang warisan kolonial, Indonesia punya utang luar negeri lebih dari 3 miliar dolar AS.

International Monetery Fund (IMF) makin menguatkan cengkeramannya di Indonesia memasuki Orde Baru. Koalisi Anti Utang mencatat, utang selama Orde Baru membengkak jadi 54 miliar dolar AS. Selama 32 tahun, utang bukannya dilunasi, tapi malah dijadikan alat memperkaya diri para pejabat negara.

Empat rezim setelah Orde Baru juga bergelimang utang. Hingga Mei 2012, total utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.944,14 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 638 triliun, pinjaman dalam negeri Rp 1 triliun, dan surat berharga negara (SBN) Rp 1.304 triliun. Itu menjadikan utang Indonesia tertinggi di ASEAN.

Tahun depan, pemerintah sudah berencana menarik utang baru senilai Rp 45,9 triliun. Pinjaman ini untuk penerusan pinjaman Rp 6,9 triliun dan cicilan pokok utang luar negeri senilai Rp 58,4 triliun, sehingga pembiayaan luar negeri netto sebesar negatif Rp 19,4 triliun.

Utang memang tak bisa lepas dari perekonomian suatu negara. Sumber dana dari luar kerap dibutuhkan, khususnya untuk proyek fisik. Dalam kondisi ekonomi global yang labil saat ini, semua negara berlomba memperkuat cadangan fiskal. Oleh karenanya, penarikan dana dari luar negeri cukup beralasan.

Negara besar seperti AS pun punya utang besar. Bahkan, pada September 2012, utang AS mencapai 16,4 triliun dolar AS. Itu merupakan jumlah utang tertinggi sepanjang sejarah Negeri Paman Sam. Masalah utang menjadi perhatian seluruh negara di dunia. Mereka tak ingin ekonomi negaranya bernasib seperti Yunani dan Spanyol yang kolaps karena utang.

Apakah Indonesia bisa bebas dari utang? Berat, bahkan nyaris tak mungkin. Ketika memutuskan mengambil utang baru, pemerintah masih mencicil utang lama. Perhatian berikutnya bukan pada penghapusan utang, tapi menjaga rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Indonesia berada pada rasio 24 persen.

Berdasarkan data di laman The Economist, rasio utang Indonesia terhadap PDB sebesar 24,7 persen, terendah di antara negara ASEAN. Ini bukan berarti pemerintah berpuas diri. Paradigma utang harus berubah dari memperkecil rasio menuju menekan nominal. Utang lama harus segera tuntas dan utang baru haram bertambah.

Upaya itu akan sia-sia jika tak dibarengi dengan pengawasan dalam pemanfaatan utang. Dana pinjaman ini harus benar-benar terasa manfaatnya bagi perekonomian domestik. Tujuan utamanya adalah kesejahteraan masyarakat. Mereka yang memanfaatkan utang untuk kepentingan pribadi atau golongan pantas dihukum mati.