18 December, 2008

Tidak ada Preman, Kucing pun Jadi

Dalam beberapa pekan terakhir, mobilitas preman-preman yang ada di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia mulai terbatas. Mereka menjadi sasaran penangkapan polisi dan petugas tramtib di masing-masing kota. Petugas terus menyusuri setiap tempat untuk mengamankan para penyandang penyakit masyarakat itu.

Berbeda dengan wilayah lain, Pemprov DKI Jakarta kini mengemban tugas tambahan untuk melakukan razia serupa terhadap anjing dan kucing. Razia pun akan digelar di setiap sudut kota untuk menangkapi dua binatang itu. Petugas dari Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan dibantu oleh petugas Dinas Tramtib Linmas sudah siap terjun ke lapangan.

Seperti halnya razia preman, razia kucing dan anjing ini juga dilakukan untuk melindungi masyarakat dari penyakit. Bukan penyakit masyarakat (pekat), melainkan penyakit rabies. "Razia itu dilakukan untuk mencegah penularan rabies kepada manusia," kata Kepala Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan DKI Jakarta, Edy Setiarto, belum lama ini.

Pria bergelar dokter hewan itu menambahkan, keberadaan kucing dan anjing liar yang 'beroperasi' di setiap sudut kota sangat berbahaya. "Saya perkirakan ada 200.000 kucing dan anjing yang hidup secara liar," katanya. Dari jumlah tersebut, lanjutnya, dikhawatirkan ada yang menderita rabies dan menularkannya kepada manusia.

Edy memiliki alasan cukup kuat untuk melakukan razia kucing dan anjing ini. "Rabies bisa menyebabkan kematian pada manusia," katanya. Bahkan, kata Edy, proses kematian itu akan berjalan pelan-pelan, sehingga manusia akan sangat menderita. Penularan rabies bisa dicegah dengan pemberantasan hewan penular rabies.

Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan menetapkan rabies sebagai penyakit yang perlu mendapat perhatian di samping flu burung, antraks, dan leptospirosis. "Selama beberapa tahun terakhir ini, belum ada catatan mengenai jumlah warga Jakarta yang tertular rabies," kata Edy. Kondisi itu harus dipertahankan dengan melakukan razia terhadap kucing dan anjing.

"Kami akan mulai dengan razia di gedung-gedung milik Pemprov," kata Edy. Di balik kemegahan dan tingginya gedung Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, ternyata masih dihantui oleh peredaran kucing dan anjing liar. Mereka berpotensi untuk menyebarkan penyakit rabies kepada para Abdi Bangsa yang sehari-hari bekerja di gedung itu.

Berdasarkan pantauan Republlika, kompleks Gedung Balai Kota memang sering dihiasi oleh kucing-kucing yang berlalulalang. Mereka berjalan-jalan dengan damai meski berada di antara puluhan manusia. Ironisnya, para pegawai tidak menyadari keberadaan kucing-kucing itu, bahkan mungkin tidak tahu akan bahaya rabies yang dibawa hewan tersebut.

Di balik wajah manisnya, kucing berpotensi membawa penyakit rabies. Penyakit tersebut tergolong penyakit hewan yang dapat menular kepada manusia (zoonosis). "Hewan menderita rabies cenderung memiliki keinginan untuk menggigit," kata Edy. Manusia yang tergigit akan menunjukkan gejala takut melihat cahaya, menggigil, demam tinggi, dan akhirnya meninggal.

"Rencananya, dalam beberapa bulan ke depan akan dilakukan razia di gedung-gedung Pemprov," kata Edy. Razia itu, lanjut Edy, akan diawasi oleh lembaga internasional untuk memastikan hak-hak hewan yang dimiliki kucing dan anjing tidak dilanggar. Lembaga itu akan mengawasi petugas dari lapangan hingga tempat penampungan.

Kepala Dinas Tramtib Linmas DKI Jakarta, Haryanto Bajuri, mengaku siap jika personelnya dibutuhkan untuk membantu petugas Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan dalam melakukan razia hewan berpotensi rabies. "Kita akan bantu seperti tahun-tahun sebelumnya," kata Haryanto. Satu kompi personel Tramtib Linmas siap turun ke lapangan.

Kini, mereka akan menghadapi tugas baru setelah merazia preman. Meski sasarannya kucing dan anjing, personel Tramtib Linmas tetap perlu berhati-hati dan memiliki kewaspadaan. Pasalnya, jika mereka tergigit oleh kucing dan anjing penderita rabies, maka mereka akan ikut tertular. "Tapi, pada intinya petugas kita siap," kata Haryanto mantap.

"Tidak semua kucing yang terkena razia itu menderita rabies," kata Edy melanjutkan. Petugas akan memilah kucing yang menderita rabies, kucing perlu mendapat pengobatan, dan kucing sehat. Kucing dan anjing akan dibawa ke tempat penampungan di Ragunan, Jakarta Selatan. Kucing yang perlu mendapat perawatan akan menjalani 'rawat inap' di tempat itu.

Uniknya, kucing yang sehat atau yang sudah menjalani perawatan akan diserahkan kepada masyarakat. "Masyarakat bisa mengadopsi kucing dan anjing itu," ujar Edy. Dia tidak memungkiri jika di antara kucing dan anjing yang terkena razia itu ada yang 'berpenampilan' bagus dan diminati masyarakat. Teknis adopsi itu, lanjut Edy, bisa diketahui dengan menghubungi tempat penampungan di Ragunan.

"Adopsi dilakukan agar kucing dan anjing yang terkena razia tidak kembali hidup liar," kata Edy. Jika ada masyarakat yang mengadopsi, hewan-hewan itu bisa dirawat dan menerima vaksin rabies secara teratur. Sehingga, Pemprov pun akan terbantu untuk mengurangi jumlah kucing dan anjing liar yang jumlahnya mencapai 200.000 itu. Siapa berminat? n ikh

0 komentar: